Rabu, 26 Mei 2010

korupsi dan moral ( tugas filsafat ilmu )

Budi Pekerti yang Tinggi Adalah Rasa Malu Terhadap Diri Sendiri.
( Plato )

Secara umum Budi Pekerti berarti moral dan kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan atau induk induk dari segala etika ,tatakrama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan , pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pertama-tama budi pekerti ditanamkan oleh orang tua dan keluarga dirumah, kemudian disekolah dan tentu saja oleh masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti. Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik.
Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.
Dengan definisi yang teramat gamblang dan sederhana dan tidak muluk-muluk, kita semua dalam menjalani kehidupan ini semestinya dengan mudah dan arif dapat menerima tuntunan budi pekerti.Budi pekerti untuk melakukan hal-hal yang patut, baik dan benar.Kalau kita berbudi pekerti, maka jalan kehidupan kita paling tidak tentu selamat, sehingga kita bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik. Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi pekerti, maka kita akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/ dihormati orang lain, sampai yang berat seperti : melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.

Pada saat ini dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral,budi pekerti masih relevan dan perlu direvitalisasi. Salah satu sendi kehidupan yang goyang adalah moral – moral pejabat pemerintah yang selalu sebagian terlinbat dalam tindak pidana KORUPSi .Telah berapa banyak mantan Mentri,Angota Dewan baik pusat maupun daerh, gubernur, bupati,walikota serta pemerintahan desa juga tidak ketinngalan yang teribat dalam tindakan korupsi dikarenanan moral mereka semua sangat hancur.
Telah umum diketahui, persoalan korupsi di Indonesia telah mendarah daging.. Jumlah uang yang dikorupsi pun bervariasi dari jutaan sampai triliunan rupiah. Dampaknya, pelayanan publik kepada rakyat tidak optimal, sebab anggaran yang semestinya digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, justru masuk di kantong pribadi pejabat. Korupsi Secara harfiah adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Octariano menjelaskan dalam tulisannya yang berjudul "Menggugat Toleransi Moral dan Budaya Permesif: Topeng Relativisme moral Praktis", bahwa kita harus memiliki kesadaran moral yang kokoh, yang dapat dimanifestasikan melalui cinta diri. Yang dimaksud tentulah bukan egoisme dan individualisme, melainkan cinta akan kemanusiaannya. Cinta semacam ini akan mendorong diri kita mencintai orang lain.

Realitas ini, mengindikasikan, bahwa moral bangsa (baca:pejabat), kian hari kian mengalami degradasi dan dekadensi. Korupsi yang yang dulu tabu, kini terang-terangan dilakukan. Yang dulu dipraktikkan kalangan minoritas, kini dilakukan mayoritas umum. Yang dulu menjadi rahasia private, kini menjadi rahasia umum (public). Ini berarti, (tak terbantahkan lagi) kehidupan berbangsa dan bernegara kian bobrok. (Nurul Huda, 2004:123).
Moral dalam tatanan kehidupan yang lebih universal, seringkali dikesampingkan oleh kalangan pejabat atau birokrat maupun kalangan agamawan sekalipun. Bangsa Indonesia, tidak akan lepas dari yang namanya korupsi, kalau kesadaran moral dalam memahami makna substansial ajaran agama tidak menjadi prioritas utama.
Kesadaran moral merupakan langkah produktif dan objektif dalam mengabolisi korupsi. Karena diyakini, moral menjadi pedoman hidup (way of life) bagi setiap insan manusia dan sebagai landasan vertikal dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan. Korupsi yang menimpa Indonesia, pada dasarnya merupakan praktik yang inadmisibel dan tidak akan pernah bisa ditemukan problem solving-nya, apabila jajaran pemerintah tidak mempunyai kesadaran diri (self awareness), bahwa tindakannya telah menyengsarakan rakyat banyak.

Bicara masalah moral dan perilaku selalu menyinggung tentang reward dan punishment. Bila hukuman koruptor di negeri ini selalu ringan mustahil rasanya memberikan efek Pendidikan Korupsi secara konstan melalui praktek sehari-hari. Hukuman harus berat, diekspos semua media massa, dan diketahui semua lapisan masyarakat agar memberi pendidikan yang benar mengenai moral dan memberikan efek jera kepada masyarakat khususnya yang terkait dengan si terpidana.
Bila kasus korupsi sudah parah dan mendarah daging, mungkin perlu diterapkan hukuman mati seperti di Cina. Hukuman mati memang ditentang oleh banyak pihak terutama Vatikan dan negara-negara Eropa karena faktor agama dan kemanusiaan, tetapi karena pemerintah juga akan menanggung beban memberi tempat dan makan kepada para terpidana selama di penjara seumur hidup (dan terpidananya juga bakal luar biasa banyak) menjadikan hukuman mati adalah solusi konvensional yang praktis dan efektif. Cina telah mengeksekusi ribuan orang sejak tahun 1998 ketika Presiden Jiang Ze Min memegang tampuk kekuasaan dan angka korupsi telah susut drastis dari populasi masyarakatnya yang korup yang berjumlah satu setengah milyar! Benar-benar suatu cara ampuh untuk mengendalikan penyakit di populasi yang besar.Sebagai bangsa yang termasuk 5 besar penduduk terpadat di dunia, rasanya Indonesia perlu juga mengaplikasikan hukuman ini. Hukuman perlu dirancang sedemikian rupa hingga memberi efek jera. Di Cina, efek jera hukuman mati ditambah lagi oleh dana pelaksanaan hukuman yang harus ditanggung oleh keluarga terpidana. Bila masyarakat Indonesia memang lebih bandel dari masyarakat Cina, mungkin efek baru harus dipikirkan supaya dapat memberikan tekanan psikologis yang besar bagi keluarga dan kroni-kroninya. Harus pula ditambahkan bahwa yang telah dilakukan terpidana adalah merampas hak hidup rakyat yang lain untuk hidup makmur (bukan hanya layak). Merampas hak anak-anak bersekolah yang baik. Merampas hak mendapat tempat tinggal, dan ribuan hak yang lain. Tidak sedikit juga rakyat yang mati kelaparan akibat ulah tak langsung dari sang terpidana korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar